BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita telah memasuki suatu era yang dikenal dengan era globalisasi. Era ini dapat pula dipandang sebagai era pengetahuan karena pengetahuan akan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan. Era pengetahuan merupakan suatu era dengan tuntutan yang lebih rumit dan menantang. Suatu era dengan spesifikasi tertentu yang sangat besar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja. Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, juga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen, serta perubahan pola hubungan antar mereka.
Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di abad pengetahuan adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat. Tibalah saatnya menoleh sejenak ke arah pandangan dengan sudut yang luas mengenai peran-peran utama yang akan semakin dimainkan oleh pembelajaran dan pendidikan dalam masyarakat yang berbasis pengetahuan.
Kemerosotan pendidikan di Indonesia sudah terasakan selama bertahun-tahun, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti dengan kurikulum 1994, dan kini diganti lagi dengan kurikulum 2007. Apabila kita analisa, kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru (Sumargi, 1996). Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau guru Bahasa Inggris dapat mengajar Bahasa Indonesia. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000).
Tidak dapat disangkal lagi bahwa profesionalisme guru merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, seiring dengan semakin meningkatnya persaingan yang semakin ketat dalam era globalisasi, terutama dalam bidang pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan profesionalisme guru adalah melalui sertifikasi yang merupakan sebuah proses ilmiah yang memerlukan pertanggungjawaban moral dan akademis. Hal ini tersirat dalam UU Sistem Pendidikan Nasional mewajibkan setiap tenaga pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar yang dimilikinya (Pasal 42). Sertifikasi dibutuhkan untuk mempertegas standar kompetensi yang harus dimiliki para guru dan dosen sesuai dengan bidang keilmuannya masing-masing.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas penulis dapat merumuskan masalah yang berkenaan dengan hal tersebut diantaranya adalah:
1. Bagaimanakah karakristik intgritas profesionalisme guru?
2. Bagaimanakah peran integritas profesionalisme guru dalam meningkatkan mutu pendidikan di era globalisasi?
C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin di capai dalam penyusunan maklah ini adalah:
1. Untuk mengtahui karakristik intgritas profesionalisme guru
2. Untuk mengtahui peran integritas profesionalisme guru dalam meningkatkan mutu pendidikan di era globalisasi
D. Manfaat
Adapun manfaat dalam penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk menambah wawasan mngenai integritas profesionalisme guru
2. Untuk menambah pemahaman mengenai peran integritas profesionalisme guru dalam meningkatkan mutu pendidikan di era globalisasi saat sekarang ini.
BAB II
INTEGRITAS PROFESIONALISME GURU DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI ERA GLOBALISASI
A. Pengertian
Integritas berarti mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan.
Menurut bahasa profesional berasal dari bahasa Inggris (profession) dan bahasa Belanda (professie) yang keduanya mengadopsi dari bahasa Latin yaitu (professio) yang memiliki arti pengakuan atau pernyataan. Secara istilah profesionalisme dapat dikatakan sebagai pernyataan atau pengakuan tentang bidang pekerjaan atau bidang pengabdian yang dipilih.
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemuka-kan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Mutu adalah suatu terminologi subjektif dan relatif yang dapat diartikan dengan berbagai cara dimana setiap definisi bisa didukung oleh argumentasi yang sama baiknya. Secara luas mutu dapat diartikan sebagai agregat karakteristik dari produk atau jasa yang memuaskan kebutuhan konsumen/pelanggan. Karakteristik mutu dapat diukur secara kuantitatif dan kualitatif. Dalam pendidikan, mutu adalah suatu keberhasilan proses dan hasil belajar yang menyenangkan dan memberikan kenikmatan.
B. Karakristik Integitas Profesionalisme Guru
Pendidikan di era globalisasi terlihat bahwa pendidikan di era tersebut menuntut adanya manajemen pendidikan yang modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu mewujudkan peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat. Tidak kalah pentingnya adalah sosok penampilan guru yang ditandai dengan keunggulan dalam nasionalisme dan jiwa juang, keimanan dan ketakwaan, penguasaan iptek, etos kerja dan disiplin, profesionalisme, kerjasama dan belajar dengan berbagai disiplin, wawasan masa depan, kepastian karir, dan kesejahteraan lahir batin. Paradigma baru pembelajaran pada era globalisasi memberikan tantangan yang besar bagi guru. Pada era tersebut dalam melaksanakan profesinya, guru dituntut lebih meningkatkan profesionalitasnya.
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahu-an atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemuka-kan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Menurut Arifin, guru yang profesional dipersyaratkan mempunyai; 1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di era globalisasi, 2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendi-dikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia, 3) pengem-bangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang ber-kembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru yang profesional di era globalisasi, yaitu; 1) memiliki kepribadi-an yang matang dan berkembang, 2) penguasaan ilmu yang kuat, 3) keterampilan untuk mem-bangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi, dan 4) pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.
Apabila syarat-syarat profesionalisme guru tersebut terpenuhi, akan melahirkan profil guru yang kreatif dan dinamis yang dibutuhkan pada era globalisasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1999), bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang inovatif.
Kriteria profesional jabatan guru mencakup fisik, kepribadian, keilmuan, dan ketrampilan. Kriteria profesional tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu:
1. Kemampuan kepribadian
Kemampuan kepribadian mencakup beriman dan bertakwa, berwawasan pancasila, mandiri penuh tanggung jawab, berwibawa, berdisiplin, berdedikasi, bersosialisasi dengan masyarakat, dan mencintai peserta didik, serta kepedulian terhadap pendidikan.
2. Kemampuan mengajar
Kemampuan mengajar mencakup penguasaan ilmu pendidikan dan keguruan, penguasaan kurikulum, penguasaan didaktik metodik, penguasaaan pengelolaan kelas, pelaksanaan monitoring, dan evaluasi peserta didik, serta pengembangan dan aktualisasai diri.
3. Keterampilan mengajar
Keterampilan mengajar mencakup keterampilan bertanya, memberi penguatan, mengada-kan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, membimbing diskusi kelom-pok, mengelola kelas, dan mengajar kelompok kecil dan perorangan.
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator. Berdasarkan pendapat Semiawan tersebut tampak bahwa sikap profesionalisme guru di era globalisasi merupakan kompetensi guru di era globalisasi.
C. Peran, Tugas dan Tanggung Jawab Guru Dalam Pendidikan
Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar masih tetap memegang peranan penting. Peranan guru dalam proses tersebut belum dapat digantikan oleh alat-alat elektronik apapun, masih banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, dan hal-hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran, tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Sedikitnya terdapat 19 peran guru dalam pendidikan, yaitu; 1) pendidik, 2) pengajar, 3) pembimbing, 4) pelatih, 5) penasehat, 6) pembaharu, 7) model dan teladan, 8) pribadi, 9) peneliti, 10) mendorong kreativitas, 11) pembangkit pandangan, 12) pekerja rutin, 13) pemindah kemah, 14) pembawa cerita, 15) aktor, 16) emansipator, 17) evaluator, 18) penga-wet, dan 19) kulminator. (Pullias dan Young, Manan, Yelon dan Weinstein dalam Mulyadi (2005). Peran-peran guru tersebut terangkum dalam tugas dan tanggung jawabnya sebagai alat pendidikan, sebagamana menurut Amstrong bahwa terdapat lima kategori tugas dan tanggung jawab profesi guru sebagai alat pendidikan, yaitu; 1) tanggung jawab dalam pengajaran, 2) tanggung jawab dalam memberi bimbingan, 3) tanggung jawab dalam mengembangkan kurikulum, 4) tanggung jawab dalam mengembangkan profesi, dan 5) tanggung jawab dalam membina hubungan dalam masyarakat.
Tanggung jawab dalam pengajaran lebih menekankan tugas guru dalam merencana-kan dan melaksanakan pengajaran. Dalam tugas ini, guru dituntut memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan teknis mengajar, selain menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkannya. Tanggung jawab dalam memberi bimbingan menekankan pada tugas guru dalam memberi bantuan kepada siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
Tugas ini merupakan aspek mendidik sebab tidak hanya berkenaan dalam penyampaian ilmu pengetahuan, tetapi juga menyangkut pengembangan kepribadian dan pembentukan nilai-nilai pada siswa. Tanggung jawab mengembangkan kurikulum menekankan pada tugas guru untuk selalu mencari ide baru dalam penyempurnaan metode pengajaran. Tanggung jawab pengembangan profesi pada dasarnya adalah tuntutan dan panggilan untuk mencintai, menghargai, menjaga dan meningkatkan tugas dan tanggung jawab profesinya. Tanggung jawab dalam membina hubungan dalam masyarakat berarti guru harus dapat berperan menempatkan sekolah sebagai integral dari masyarakat serta sekolah sebagai pembaharu masyarakat.
D. Pendidikan di Era Globalisasi
Para ahli mengatakan bahwa era globalisasi merupakan era pengetahuan karena pengetahuan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan. Menurut Naisbit (1995) ada 10 kecenderungan besar yang akan terjadi pada pendidikan di era globalisasi yaitu; 1) dari masyarakat industri ke masyarakat informasi, 2) dari teknologi yang dipaksakan ke teknologi tinggi, 3) dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia, 4) dari perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang, 5) dari sentralisasi ke desentralisasi, 6) dari bantuan institusional ke bantuan diri, 7) dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris, 8) dari hierarki-hierarki ke penjaringan, 9) dari utara ke selatan, dan 10) dari pilihan biner ke pilihan majemuk. Berbagai implikasi kecenderungan tersebut berdampak terhadap dunia pendidikan yang meliputi aspek kurikulum, manajemen pendidikan, tenaga kependidikan, strategi dan metode pendidikan. Selanjutnya Naisbitt (1995) mengemukakan ada 8 kecenderungan besar di Asia yang ikut mempengaruhi dunia yaitu; 1) dari negara bangsa ke jaringan, 2) dari tuntutan eksport ke tuntutan konsumen, 3) dari pengaruh Barat ke cara Asia, 4) dari kontrol pemerintah ke tuntutan pasar, 5) dari desa ke metropolitan, 6) dari padat karya ke teknologi canggih, 7) dari dominasi kaum pria ke munculnya kaum wanita, dan 8) dari Barat ke Timur.
Kedelapan kecenderungan itu akan mempengaruhi tata nilai dalam berbagai aspek, pola dan gaya hidup masyarakat baik di desa maupun di kota. Pada gilirannya semua itu akan mempengaruhi pola-pola pendidikan yang lebih disukai dengan tuntutan kecenderungan tersebut. Dalam hubungan dengan ini pendidikan ditantang untuk mampu menyiapkan sumber daya manusia yang mampu menghadapi tantangan kecenderungan itu tanpa kehilangan nilai-nilai kepribadian dan budaya bangsanya.
Menurut Makagiansar (1996) memasuki era glogalisasi pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma: 1) dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, 2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, 3) dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, 4) dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai, 5) dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buat teknologi, budaya, dan komputer, 6) dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja, 7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama. Dengan memperhatikan pendapat ahli tersebut nampak bahwa pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif.
Galbreath (1999) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan pada era pengetahuan adalah pendekatan campuran yaitu perpaduan antara pendekatan belajar dari guru, belajar dari siswa lain, dan belajar pada diri sendiri.
Untuk itu sewajarnyalah profesionalitas guru, harus terkait dan dibangun di atas pondasi integritas melalui penguasaan kompetensi-kompetensi yang secara nyata dalam menjalankan dan menyelesaikan tugas-tugas dan aktivitasnya sebagai guru, sehingga guru dapat menghadapi arus globalisasi dengan efektif dan tanpa “ketidakberdayaan”.
BAB III
KESIMPULAN
Integritas seorang pendidik memang dibutuhkan dalam pencapaian profesionalisme. Bukan hanya sekadar membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) atau administrasi lainnya. Akan tetapi wujud dari integrasi diri perlu dilihatkan. Moral beroperasi ke dalam Etika Karakter dan Etika Kepribadian sebagai dasar dari keberhasilan. Etika karakter sebagai dasar keberhasilan adalah integritas, kerendahan hati, kesetiaan, pengendalian diri, keberanian, keadilan, kesabaran, kerajinan, kesederhanaan, kesopanan, dan hukum utama kemanusiaan. Artinya, Seseorang akan mengalami keberhasilan sejati dan kebahagiaan abadi apabila mampu mengintegrasikan nilai-nilai tersebut ke dalam perilaku pribadi mereka. Integritas dengan dua segitiga kongruen diantaranya perilaku dan nilai-nilai. Jika keduanya berkesesuaian maka keduanya kongruen dan itulah integritas.
Begitupun pendidik. Jika perilaku positif dan nilai-nilai universal dapat diselaraskan dalam kehidupan nyata maka citra dari hubungannya dengan masyarakat akan terbentuk positif pula. Untuk itulah hal menjadi sangat urgen dimiliki oleh seorang pendidik yang tak sepantasnya membeda-bedakan peserta didik atau calon peserta didiknya.
Untuk melawan praktik pendidikan yang tak memebaskan itu, kiranya kita memerlukan ideologi pendidikan yakni sekolah memerlukan guru yang memandang murid sebagai manusia yang mulia, sekolah harus bisa menangkal sistem sosial yang tidak manusiawi, dan yang terpenting lagi adalah guru harus menyediakan dan melayani (fasilitator).
Berangkat hal ini sudah sepatutnyalah guru harus harus benar-benar bisa melayani dan bertindak secara jujur (fair play). Agar citra guru tak lagi miring dengan tumbuhkembangnya praktik diskriminasi di sekolah. Sehingga apa yang diwujudkan bersama dalam pendidikan nasional dapat terwujud. Bukan tujuan pendidikan sekelompok orang, lebih hakikinya ialah semua manusia indonesia secara utuh.
DAFTAR PUSTAKA
Akadum. 1999. Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan. (Online) http://www.suara pembaharuan.com/News/1999/01/220199/OpEd.
Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muham-madiyah Malang, 25-26 Juli 2001.
Dahrin, D. 2000. Memperbaiki Kinerja Pendidikan Nasional Secara Komprehensip: Transformasi Pendidikan. Komunitas, Forum Rektor Indonesia. Vol.1 No. Hlm 24.
Hamalik, O. 2006. Pendidikan Guru (Berdasarkan Kompetensi). Bumi Aksara. Jakarta.
Hasan, A.M. 2003. Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pengetahuan. http://artikel.us/amhasan.html
Makagiansar, M. 1996. Shift in Global paradigma and The Teacher of Tomorrow, 17th. Convention of the Asean Council of Teachers (ACT); 5-8 Desember, 1996, Republic of Singapore.
Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Naisbitt, J. 1995. Megatrend Asia: Delapan Megatrend Asia yang Mengubah Dunia, (Alih bahasa oleh Danan Triyatmoko dan Wandi S. Brata): Jakarta: Gramdeia.
Nasanius, Y. 1998. Kemerosotan Pendidikan Kita: Guru dan Siswa Yang Berperan Besar, Bukan Kurikulum. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1998/08/230898, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2.
Semiawan, C.R. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: Grasindo.
Supriadi, D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Jakarta: Depdikbud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar