Laman

Senin, 12 Maret 2012

MEMBANGUN KARAKTER BISNISMAN MASA DEPAN YANG BERMORAL DAN BERAKHLAK MULIA MELALAUI PENDIDIKAN EKONOMI DAN PENDEKATAN SYARIAT AGAMA


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang

Dalam hal pendidikan karakter menunjukan indikasi banyak kegagalan. Bukti-bukti kegagalan pendidikan dalam membangun karakter dengan indikator perilaku, sebagaimana sering disaksikan pada siaran-siaran TV dan surat kabar. Ada mafia di bidang hukum yang disebut markus, ada mafia di bidang ekonomi yang terdapat pada kasus bank dan pajak, kenakalan produsen dengan menggunakan pormalin sebagai pengawet makanan, pewarna tekstil unutk pewarnaan makanan, mencampur minyak goreng dengan bungkus pelastik, daur ulang makanan yang sudah busuk dan tidak layak konsumsi. budaya korupsi dari tingkat yang paling bawah ((RT) sampai pada lembaga tertinggi negara. Kita juga menyaksikan keadaan kurang beradab pada acara di gedung DPR (para anggot dewan saling lempar dan adu jotos) yang ditonton oleh jutaan orang, kita juga menonton orang pintar berdebat di TV yang mengeluarkan kata-kata yang kurang layak diucapkan. Semua itu menjadi indikator telah rusaknya perilaku sebagian lulusan sekolah. Semuanya itu bermuara pada hasil pendidikan yang menyedihkan.
penyelewengan di antara ketimpang siuran telah menyebabkan terjadinya pergeseran terhadap nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pergeseran sistem nilai ini sangat nampak dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, seperti penghargaan terhadap nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial, musyawarah mufakat, kekeluargaan, sopan santun, kejujuran, rasa malu dan rasa cinta tanah air dirasakan semakin memudar.
Perilaku korupsi yang semakin merebak, identitas ke-”kami”-an cenderung ditonjolkan dan mengalahkan identitas ke-”kita”-an, kepentingan kelompok, dan golongan seakan masih menjadi prioritas. Ruang publik yang terbuka dimanfaatkan dan dijadikan sebagai ruang pelampiasan kemarahan dan amuk massa. Benturan dan kekerasan masih saja terjadi di mana-mana dan memberi kesan seakan-akan bangsa Indonesia sedang mengalami krisis moral sosial yang berkepanjangan.
Banyak penyelesaian masalah yang diakhiri dengan tindakan anarkis. Aksi demontrasi mahasiswa dan masyarakat seringkali melewati batas-batas ketentuan, merusak lingkungan, bahkan merobek dan membakar lambang-lambang Negara yang seharusnya dijunjung dan dihormati. Hal tersebut, menegaskan bahwa telah terjadi pergeseran nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bisa jadi kesemua itu disebabkan belum optimalnya upaya pembentukan karakter bangsa, kurangnya keteladanan para pemimpin, lemahnya budaya patuh pada hukum, cepatnya penyerapan budaya global yang negatif dan ketidakmerataan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.
Bahkan dalam pandangan Suparno (2002) pendidikan di Indonesia tidak lebih seperti mobil tua yang mesinnya rewel yang sedang berada di tengah arus lalu lintas di jalan bebas hambatan. Pendidikan di Indonesia tidak diarahkan untuk memanusiakan secara utuh lahir dan batin, melainkan lebih diorientasikan kepada hal-hal yang bersifat materialistis, ekonomis, dan teknokratis, kering dari sentuhan nilai-nilai kemanusiaan dan budi pekerti. Oleh karenanya, menurut Soedijarto (2008) apresiasi output pendidikan terhadap keunggulan nilai humanistik, keluhuran budi, dan hati nurani pun menjadi dangkal.
Krisis ekonomi yang dialami bangsa sekarang semakin terus  merambat ke krisis kepercayaan kepada pemerintah, sebagiannya diakibatkan oleh akhlak pelaku bisnis dan orang-orang yang berhubungan dengan itu yang kurang baik. Mereka itu adalah lulusan sekolah dan perguruan tinggi. Artinya, sekolah dan perguruan tinggi ikut ambil bagian juga sebagai penyebab terjadinya krisis yang semakin menjerat bangsa saat sekarang ini.
Berhasilnya pendidikan membangun akhlak adalah amat penting bagi kita. Penting karena ia merupakan inti pendidikan kita. Penting untuk meneruskan perjalanan bangsa yang besar ini. Bangsa yang besar terutama ditandai oleh ketinggian akhlaknya. Berhasilnya pendidikan akhlak penting pula dalam rangka menyiapkan generasi penerus untuk mampu hidup dalam zaman global.
Oleh karena itu, peran pendidikan sangat strategis karena merupakan pembangun integrasi nasional yang kuat. Selain dipengaruhi faktor politik dan ekonomi, pendidikan juga dipengaruhi faktor sosial budaya, khususnya dalam aspek integrasi dan ketahanan sosial. Di samping itu, sudah seharusnya saat ini paradigma pendidikan nasional kita lebih didasarkan pada akar kebudayaan nasional yang bersumber pada kearifan-kearifan lokal (local wisdom), di mana nilai-nilai budaya, adat istiadat moral dan budi pekerti yang berkembang di masyarakat merupakan sumber inspirasinya.
Disamping itu juga, esensi dari semua pendidikan adalah membangun karakter positif yang bermafaat bagi diri pribadi, masyarakat, nusa dan bangsa.
Beranjak dari uraian singkat diatas, maka penulis ingin menulis sebuah catatan singkat yang berjudul ”Membangun Karakter Bisnisman  Masa Depan yang Bermoral dan Berakhlak Mulia Melalaui Pendidikan Ekonomi dan Pendekatan syariat Agama”

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat  merumuskan beberapa rumusan masalah yang perlu untuk dicermati, diantaranya adalah:
1.      Bagaimanakah strategi membangun karkater bisnisman yang bermoral dan berahlak mulia?
2.      Baaimanakah peranan pendidikan ekonomi dan syariat agama dalam membangun karakter bisnisman yang bermoral dan berahklak mulia?

C.  Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam tulisan ini adalah:
1.      Agar pendidik ilmu ekonomi selalu menyisipkan pengetahuan agma, dan tidak terpaku hanya pada satu sumber refrensi saja.
2.      Membangun sikap mental dan karakter peserta didik (siswa) melalui pendidikan ekonomi  dan pendekatan syariat agama.
3.      Membangun pola pikir konstruktif yang rasional siswa melalui pendidikan ekonomi dan pendekatan agama.
4.      melalui pendidikan ekonomi yang berkarakter, siswa diharapkan termotivasi dengan berkemauan yang tinggi , berkemampuan dalam memperaktikkan/merealisasikan dalam kehidupan kesehariannya dan gemar dalam berbuat baik
5.      Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural seperti  Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Melalui pendidikan ekonomi dan pendekatan agama ini diharapkan mampu merealisasikan semua itu.
D.  Definisi Operasional

Pendidikan ekonomi yang dimaksud disini adalah pendidikan ekonomi dengan subkajian kegiatan produksi dan tingkah laku produsen, dan pendekatan syariat agama yang dimaksud adalah syariat agama islam.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian
a.      Pengertian Syariat dan Teori Produksi Dalam Islam
Syariah (bahasa arab yang secara literatur diartikan jalan menuju surga) adalah hukum Islam yang disucikan sebagai ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad dalam Al-quran dan Sunnah. Keseluruhan merupakan perintah yang berasal dari Allah, yang mengatur kehidupan muslim dalam segala aspek meliputi kewajiban langsung kepada Allah, dan hubungannya dengan sesama dan lingkungannya.
Syariah, meliputi seluruh bagian kewajiban agama dan etika, moral, dan aturan hukum, lebih dari suatu sistem hukum (legal system), hukumnya bersifat mutlak (strictly). Syariah adalah “sebuah jalan”. Dalam Islam, Allah sendiri yang punya kekuasaan/kedaulatan dan mempunyai hak untuk menakdirkan pedoman hidup manusia. Hukum Islam yang dimaksud memiliki arti aturan hukum yang merupakan bagian dari syariah dan berperan sebagai peraturan yang sesuai dengan prosedur yang digambarkan dalam konstitusi negara dan federal.
Dalam konteks umat Islam asas yang paling fundamental ialah akidah atau iman. Asas ini menegaskan bahawa manusia sebagai pemegang amanah Allah bertanggungjawab untuk memakmurkan alam dan mengurusnya dengan cara yang paling baik dan saksama. Allah tidak suka perbuatan merusak alam tempat penghunian manusia dan makhluk Allah yang lain dari generasi ke generasi. Kehadiran manusia di dunia ini adalah untuk penyembahan dan ubudiah diri kepada Allah. Asas Iman, Islam dan Ihsan melatari segala gerak kerja pembangunan.
Syariat adalah asas pembangunan yang berikutnya. Pengembangan ekonomi mesti merujuk kepada asas-asas yang syar’i dan halal. Segala akad-akad yang fasid serta muamalat yang berunsur gharar dan qimar tidak boleh menjadi amalan dalam membangun ekonomi. Pembangunan mesti menjunjuang dasar yang adil, tidak menindas, atau melalui kaedah yang zalim dan haram.
Asas berikutnya ialah asas akhlak atau Ihsan. Pembangunan keperihatinan moral adalah prasyarat dalam pembangunan ekonomi Islam. Sebab itu usaha meningkatkan kemakmuran mesti digandengi oleh usaha meningkatkan ibadah, menerangi ruhani dan tendensi kejiwaan yang luhur dan positif. Hal ini penting untuk mengukuhkan keperibadian serta daya kontrol nafsu dan kemauan yang rendah. Jika tidak dilakukan maka masyarakat akan dihantui oleh kecenderungan melempiaskan nafsu syahwat dan peningkatan perampokan serta maksiat.
 Selain dari itu ilmu, teknologi dan keterampilan adalah asas yang tidak kurang pentingnya dalam menjana pembangunan ekonomi umat Islam. Semakin tinggi pencapaian warga umat Islam dalam bidang ilmu, teknologi dan keterampilan maka semakin meningkat kemajuan pembangunan ekonomi yang dapat dicapai. Ini berkait rapat dengan keupayaan untuk takhassus atau mencapai darjat specialisasi dalam berbagai bidang pengeluaran.
Pada prinsipnya kegiatan produksi sebagaimana kegiatan konsumsi terikat sepenuhnya dengan syari’at Islam. Karena kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi, maka tanpa kegiatan produksi yang menghasilkan barang dan jasa tak akan ada yang bisa dikonsumsi. Oleh karena itu, kegiatan produksi merupakan suatu hal yang diwajibkan karena tanpa kegiatan produksi maka aktifitas kehidupan akan berhenti. Manusia butuh makan, minum agar bisa beraktifitas dan beribadah, perlu pakaian untuk menutupi aurat dan beribadah, serta butuh tempat tinggal untuk melindungi dirinya serta beribadah juga berbagai kebutuhan lainnya. Allah SWT telah menyediakan bahan bakunya berupa kekayaan alam yang sepenuhnya diciptakan untuk kepentingan manusia. Itu semua baru bisa diperoleh dan bisa dinikmati manusia jika manusia mengelolanya agar menjadi barang dan jasa yang siap dikonsumsi dengan jalan diproduksi terlebih dahulu.
Melihat pentingnya peranan produksi yang nyata-nyata menentukan kemakmuran suatu bangsa dan taraf hidup manusia, Al-Qur’an telah meletakkan landasan yang sangat kuat terhadap sistem produksi. Kitab suci Al-Qur’an menggunakan konsep produksi barang dalam artian luas, dan menekankan manfaat dari barang yang diproduksi.
Produksi dalam perspektif Islam adalah suatu usaha untuk menghasilkan dan menambah daya guna dari suatu barang baik dari sisi fisik materialnya maupun dari sisi moralitasnya, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup manusia sebagaimana yang digariskan dalam agama Islam, yaitu mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat. Karena pada dasarnya produksi adalah kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen, maka tujuan produksi harus sejalan dengan tujuan konsumsi sendiri yaitu mencapai falah.
Pengertian seperti ini akan membawa implikasi yang mendasar bagi kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan diantaranya :
Pertama: Seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai moral dan tehnikal yang Islami, seperti halnya dalam kegiatan konsumsi. Artinya bahwa seluruh kegiatan produksi mulai dari kegiatan mengorganisir faktor-faktor produksi, proses produksi hingga pemasaran dan pelayanan kepada konsumen harus mengikuti aturan-aturan dalam Islam. Seperti larangan memproduksi barang-barang dan jasa yang dapat merusak nilai-nilaimoralitas sehingga menjauhkan manusia dari nilai-nilai religius, walaupun secara ekonomi menguntungkan.
Kedua: Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial kemasyarakatan. Artinya kegiatan produksi harus menjaga nilai-nilai keseimbangan dan harmoni lingkungan social dan lingkungan hidup masyarakat. Jadi, produksi bukan hanya untuk kepentingan produsen semata, tetapi masyarakat secara keseluruhan harus dapat menikmati hasil
produksi secara memadai dan berkualitas.
Ketiga: Permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena faktor kelangkaan faktorfaktor produksi tetapi lebih kompleks. Yaitu karena faktor kemalasan dan pengabaian optimalisasi segala karunia Allah SWT, baik dalam bentuk sumber daya manusia maupun sumber daya alam. Artinya bahwa prinsip produksi dalam pandangan Islam bukan sekedar efisiensi, tetapi secara luas adalah bagaimana mengoptimalkan sumber daya ekonomi dalam upaya pengabdian manusia kepada Tuhannya.
Adapun prinsip-prinsip produksi menurut pandangan beberapa tokoh ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
1. Mannan (1992) menyebutkan bahwa kegiatan produksi dalam perspektif Islam bersifat altruistik, yaitu mementingkan kepentingan orang lain tanpa mengabaikan kepentingan diri sendiri, karena secara umum Islam menekankan keseimbangan antara keduanya. Adanya perilaku altruistik ini menuntut produsen muslim tidak hanya mengejar keuntungan maksimum saja, sebagaimana dalam kapitalisme, tetapi dia mempunyai tujuan lebih luas yaitu mencapai falah di dunia dan akhirat. Lebih jauh sebagai konsekuensi dari sifat altruistik ini maka prinsip produksi Islam menolakdua konsep ekonomi konvensional dalam produksi yaitu Pareto Optimal dan Given Demand Hypothesis karena tidak sejalan dengan prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam.
2. Siddiqi (1992) mengatakan bahwa prinsip-prinsip produksi dalam Islam adalah :
Memiliki komitmen penuh terhadap keadilan
Memiliki dorongan untuk menciptakan kebajikan
Optimalisasi keuntungan diperkenankan dengan batasan kedua prinsip di atas, artinya upaya optimalisasi keuntungan tidak boleh dilakukan dengan meninggalkan prinsip Keadilan dan Kebajikan bagi kesejahteraan masyarakat keseluruhan. Sesungguhnya penerapan prinsip-prinsip produksi dalam Islam ternyata sangat kondusif bagi upaya produsen untuk mencapai keuntungan yang maksimum, terutama dalam jangka panjang.
Jika perusahaan mengutamakan keadilan dan kebajikan dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat, maka dengan sendirinya dalam jangka panjang eksistensi perusahaan akan lebih terjamin. Jadi, tujuan keadilan dan kebajikan dalam produksi akan berkorelasi positif dengan keuntungan yang dicapai perusahaan. Berdasarkan prinsip-prinsip dasar produksi di atas maka tujuan produksi dalam perspektif Islam tidak hanya berorientasi pada mencari keuntungan yang maksimal, tetapi juga dalam rangka optimalisasi falah.

b.      Pengertian Etika dan Moral
Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik.
Menurut kamus bahasa indonesa, istilah etika memiliki beragam makna berbeda. Salah satu maknanya adalah “prinsip tingkah laku yang mengatur individu dan kelompok”. Sedangkan Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as the performance index or reference for our control system”. Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Diamana etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepenringan kelompok sosial  itu sendiri.
Sedangkan Moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat. Pedoman moral mencakup norma-norma yang kita miliki mengenai jenis-jenis tindakan yang kita yakini benar atau salah secara moral, dan nilai-nilai yang kita terapkan pada objek-objek yang kita yakini secara moral baik atau secara moral buruk.
Norma moral seperti “selalu katakan kebenaran”, “membunuh orang tak berdosa itu salah”. Nilai-nilai moral biasanya diekspresikan sebagai pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau ciri-ciri objek yang bernilai, semacam “kejujuran itu baik” dan “ketidakadilan itu buruk”. Standar moral pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga, teman, pengaruh kemasyarakatan seperti gereja, sekolah, televisi, majalah, music dan perkumpulan.
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.

B.  Setting Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)
Sekolah                       : MA.
Mata Pelajaran            : Ekonomi
Kelas / Semester          : X (sepuluh) / 1
Alokasi Waktu            : 6 x 45 menit (3 kali pertemuan)
Standar Kompetensi : 1. Memahami permasalahan ekonomi dalam kaitannya  dengan kebutuhan manusia, kelangkaan dan sistem ekonomi.
Kompetensi Dasar     : 1.3 Mengidentifikasi masalah pokok ekonomi, yaitu tentang apa, bagaimana dan untuk siapa barang diproduksi.
Indikator                    : 1. Mendeskripsikan barang apa yang diproduksi.
2. Mendeskripsikan bagaimana cara memproduksi barang.
                                      3. Mendeskripsikan untuk siapa barang diproduksi.
                                 4. mendeskripskan tngkah laku produsen yang bermoral
A. Tujuan Pembelajaran
a)      Siswa dapat mendeskripsikan barang apa yang diproduksi.
b)      Siswa dapat mendeskripsikan bagaimana cara memproduksi barang.
c)      Siswa dapat mendeskripsikan untuk siapa barang diproduksi.
d)     siswa dapat mendeskripsikan tingkah laku produsen yang bermoral
B. Materi Pokok
Masalah ekonomi tentang apa, bagaimana, untuk siapa barang diproduksi, dan tingkah laku produsen yang bermoral.
C. Uraian Materi
a)        Barang apa yang akan diproduksi dan berapa jumlahnya.
b)       Bagaimana cara memproduksi barang.
c)        Untuk siapa barang tersebut diproduksi.
d)       Bagaiman tingkah laku produsen yang bermoral

D. Pendekatan
            Kontekstual

E. Metode Pembelajaran
Ceramah
            Diskusi kelompok
Inquiri
Debat kandidat

F. Skenario Pembelajaran
Pertemuan I:
1.      Kegiatan Awal
·  Berdoa (contoh nilai yang ditanamkan: taqwa).
·  Mengecek kehadiran siswa (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin).
·  Menanyakan kabar siswa – dengan fokus pada mereka yang tidak datang dan/atau yang pada pertemuan sebelumnya tidak datang (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, empati).


a. Apersepsi
Guru mengulas kembali pembahasan materi yang lalu tentang kelangkaan. Kemudian guru mengaitkan masalah kelangkaan tersebut dengan masalah tentang apa, bagaimana dan untuk siapa barang diproduksi serta memberi penjelasan yang singkat dan jelas dalam kesempatan ini juga guru menyelipkan pandangan agama tentang materi yang baru dan kompetensi yang harus dikuasai.
b. Motivasi
            Masalah tentang apa, bagaimana dan untuk siapa barang diproduksi adalah masalah ekonomi yang paling mendasar, sehingga harus dipahami dengan tuntas.
2. Kegiatan Inti
a. Siswa dikelompokkan menjadi empat kelompok, di mana masing-masing kelompok terdiri dari 6-8 orang (disesuaikan dengan jumlah siswa).
b. Kelompok pertama diberi tugas untuk mendeskripsikan barang apa yang diproduksi.
c.  Kelompok kedua diberi tugas untuk mendeskripsikan bagaimana cara memproduksi.
d.  Kelompok ketiga diberi tugas untuk mendeskripsikan untuk siapa barang barang diproduksi.
e. kelompok keempat diberi tugas untuk mendeskripsikan sikap dan moral para produsen
f. Masing-masing kelompok mempersentasikan tugasnya di depan kelas, sedangkan kelompok yang lain menanggapi.
g. Dengan bimbingan dan penguatan dari guru, siswa membuat kesimpulan.
(Contoh nilai-nilai karakter yang dapat ditanamkan melalui kegiatan-kegiatan di atas: kerjasama, tanggung jawab, saling menghargai pendapat, percaya diri, adil).
3.      Kegiatan Akhir
a.       Guru dan siswa melakukan refleksi
b.       Penilaian
·  Tes lisan dengan beberapa pertanyaan (kognitif)
· Lembar pengamatan (afektif)
· Lembar pengamatan (psiko motorik)
· Siswa mengerjakan soal-soal evaluasi yang terdapat pada buku teks Ekonomi
c.       Guru menginformasikan kepada peserta didik bahwa pertemuan berikutnya  mempelajari tentang etika dan moral produsen dan melakukan telaah fustaka (contoh nilai yang ditanamkan: antisipatif).
d.      Berdoa (contoh nilai yang ditanamkan: taqwa).
e.       Ke luar kelas dengan tertib pada waktunya (contoh nilai yang ditanamkan: tertib dan disiplin).
Pertemuan Ke 2:
1.      Kegiatan Awal
·  Berdoa (contoh nilai yang ditanamkan: taqwa).
·  Mengecek kehadiran siswa (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin).
·  Menanyakan kabar siswa – dengan fokus pada mereka yang tidak datang dan/atau yang pada pertemuan sebelumnya tidak datang (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, empati).
a. Apersepsi
Guru mengulas kembali pembahasan materi yang lalu (kegiatan produksi) tentang apa, bagaimana, untuk siapa barang tersebut diproduksi, guru mengaitkan kegiatan produksi degnan etika dan moral produsen, serta memberi penjelasan yang singkat dan jelas dalam kesempatan ini juga guru menyelipkan pandangan agama tentang materi yang baru dan kompetensi yang harus dikuasai.
b. Motivasi
            Masalah tentang etika dan moral produsen (bisnismen)adalah masalah ekonomi yang paling mendasar dalam kegiatan produksi, sehingga harus dipahami dengan tuntas.
2. Kegiatan Inti
a. Siswa dikelompokkan menjadi empat kelompok, di mana masing-masing kelompok terdiri dari 6-8 orang (disesuaikan dengan jumlah siswa).
b. Kelompok pertama diberi tugas untuk mendeskripsikan etika dan moral produsen (buisnesman) dalam persefektif budaya
c.  Kelompok kedua diberi tugas untuk mendeskripsikan etika dan moral produsen (buisnesman) dalam persfektif hukum
d.  Kelompok ketiga diberi tugas untuk mendeskripsikan etika dan moral produsen (buisnesman) dalam persfektif konvensional
e. kelompok keempat diberi tugas untuk mendeskripsikan etika dan moral para produsen (buisnesman) dalam persfektif agama islam
f. Masing-masing kelompok mempersentasikan tugasnya di depan kelas, sedangkan kelompok yang lain menanggapi.
g. Dengan bimbingan dan penguatan dari guru, siswa membuat kesimpulan.
(Contoh nilai-nilai karakter yang dapat ditanamkan melalui kegiatan-kegiatan di atas: kerjasama, tanggung jawab, saling menghargai pendapat, percaya diri, adil).
3        Kegiatan Akhir
a.       Guru dan siswa melakukan refleksi
b.       Penilaian
·  Tes lisan dengan beberapa pertanyaan (kognitif)
· Lembar pengamatan (afektif)
· Lembar pengamatan (psiko motorik)
· Siswa mengerjakan soal-soal evaluasi yang terdapat pada buku teks Ekonomi
c.       Guru menginformasikan kepada peserta didik bahwa pertemuan berikutnya siswa dengan kelompok yang ada akan dilebur menjadi dua kelompok besar, melakukan debat kandidat tentang wacana dan isu dimasyarakat yang berkaitan dengan etika dan moral produsen (debat kandidat dan inquiry) (contoh nilai yang ditanamkan: antisipatif).
d.      Berdoa (contoh nilai yang ditanamkan: taqwa).
e.       Ke luar kelas dengan tertib pada waktunya (contoh nilai yang ditanamkan: tertib dan disiplin).


Pertemuan Ke 3
1.      Kegiatan Awal
·  Berdoa (contoh nilai yang ditanamkan: taqwa).
·  Mengecek kehadiran siswa (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin).
·  Menanyakan kabar siswa – dengan fokus pada mereka yang tidak datang dan/atau yang pada pertemuan sebelumnya tidak datang (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, empati).
a. Apersepsi
Guru mengulas kembali pembahasan materi yang lalu tentang kegiatan produksi dengan etika dan moral produsen dan  guru mengaitkan dengan wacan dan isu yang berkembang dimasyarakat, serta memberi penjelasan yang singkat dan jelas dalam kesempatan ini juga guru menyelipkan pandangan agama tentang materi yang baru dan kompetensi yang harus dikuasai.
b. Motivasi
            Masalah wacana dan isu tentang etika dan moral produsen (bisnismen) adalah masalah ekonomi yang paling mendasar dalam kegiatan produksi, sehingga harus dipahami dengan tuntas.
2.      Kegiatan Inti
pembahasan wacana “ kenakalan produsen dalam menggunakan pormalin , pewarna tekstil unutk pewarnaan makanan, mencampur minyak goreng dengan bungkus pelastik, daur ulang makanan yang sudah busuk dan tidak layak konsumsi”
a. Siswa dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, di mana masing-masing kelompok disesuaikan dengan jumlah siswa.
b. Kelompok pertama diberi tugas untuk mendeskripsikan etika dan moral produsen (buisnesman) dalam persefektif konvensional berdasarkan wacana diatas
c.  Kelompok kedua diberi tugas untuk mendeskripsikan etika dan moral produsen (buisnesman) dalam persfektif islam berdasarkan wacana di atas
f. Masing-masing dari wakil kelompok mempersentasikan tugasnya di depan kelas dan melakukan debat, sedangkan kelompok yang lain menanggapi sambil mencari titik temu diantara dua pandangan diatas.
g. Dengan bimbingan dan penguatan dari guru, siswa membuat kesimpulan.
(Contoh nilai-nilai karakter yang dapat ditanamkan melalui kegiatan-kegiatan di atas: kerjasama, tanggung jawab, saling menghargai pendapat, percaya diri, adil)
3.      Kegiatan Akhir
a.       Guru dan siswa melakukan refleksi
b.       Penilaian
·  Tes lisan dengan beberapa pertanyaan (kognitif)
· Lembar pengamatan (afektif)
· Lembar pengamatan (psiko motorik)
· Siswa mengerjakan soal-soal evaluasi yang dibuat oleh guru bidang studi
c.       Guru menginformasikan kepada peserta didik tentang kegiatan  dipertemuan berikutnya (contoh nilai yang ditanamkan: antisipatif).
  1. Berdoa (contoh nilai yang ditanamkan: taqwa).
  2. Ke luar kelas dengan tertib pada waktunya (contoh nilai yang ditanamkan: tertib dan disiplin).
G. Sumber dan Alat
·         Buku teks ekonomi
·         Buku teori ekonomi islam
·         Buku-buku lain yang relevan
·         Internet
·         Komputer/Laptop
·         Slide,  whitebord, dan Spidol




BAB III
PENUTUP

A.  Simpulan

Melalui pendidikan ekonomi yang berkarakter dan ditunjang dengan penyampain syariat agama, sangat memudahkan siswa dalam memahami pelajaran dan dalam kegiatan pembelajaran. siswa juga termotivasi dan berperan aktif dalam menyelsaikan dan mencari solusi dari sebuah permasalahan. ini mengidentifikasikan bahwa dari pola sikap, pola pikir dan pola tindak siswa sudah tercapai, untuk selanjutya akan terbentuk ahklak yang mulia.

B.  Saran
Sebagai seorang pendidik khususnya pendidikan ekonomi, agar selalau menanamkan sikap positif dengan pendekatan agama disegala asfek pembelajarannya agar siswa memiliki wawasan keagamaan, maka dengnan demikian akan terbentuk karakter religius yang sangat diharapkan cita-cita proklamasi kemerdekaan 1945.
Sebagai pendidik ilmu ekonomi, agar jangan terlalu pasif terhadap satu refrensi sebagai sumber bahan ajar, melainkan selalu menggali lebih banyak dari sumber lain, baik melalui internet dan media lainnya. misalnya kegiatan produksi dan tingkah laku konsumen, refrensinya yang berkaitan dengan hal ini bisa juga diambil dari teori ekonomi islam.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025. Pemer­intah Republik Indonesia
Baqir, Ash-Shadr. 2002.  Keunggulan Ekonomi Islam. Jakarta: Pustaka Zahra
Darajat, Dzakiyah. 2010. Menumbuhkan Minat Beragama dan Akhlak Bagi Anak dan Remaja. Bandung: Rosyda Karya
Dzar, abu dan Mohd. rosidi. 2006. Ekonomi Islam Menurut Kehendak Tuhan.  Bandar country homs: Mindw Ikhwan
KEMENDIKNAS. 2010. Aktualisai Pendidikan Karakter. jakrta: KEMENDINAS
Rahman, Afzalur. 1995.   Doktrin Ekonomi Islam, jilid I. Yogyakarta: Dana Bakti Waqaf
Sudarsono. 1990. Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta: LP3ES